Penelitian selama 22 tahun menemukan, gejala insomnia yang terus-menerus, baik sendiri maupun jika disertai dengan durasi tidur yang pendek, berkaitan dengan peningkatan risiko hingga 75%.
Dunialansia.com – Sahabat Lansia, wanita dengan kualitas tidur yang buruk pada usia paruh baya mungkin memiliki risiko lebih besar terkena penyakit kardiovaskular di kemudian hari. Kualitas tidur yang buruk termasuk insomnia yang persisten dan durasi tidur yang pendek.
Menurut penelitian yang didanai NIA (National Institute on Aging) dan dipublikasikan di Circulation ini, gejala insomnia yang terus-menerus, baik sendiri maupun jika disertai dengan durasi tidur yang pendek, berkaitan dengan peningkatan risiko hingga 75%.
Temuan ini menggarisbawahi pentingnya mempertimbangkan pola tidur ketika mengevaluasi kesehatan kardiovaskular perempuan dan risiko penyakit terkait di masa depan.
PENELITIAN 22 TAHUN
Penyakit kardiovaskular, juga dikenal sebagai penyakit jantung, memengaruhi jantung atau pembuluh darah, atau keduanya. Penyakit ini merupakan penyebab utama kematian pada wanita dan sekitar 30% wanita meninggal karena penyakit ini.
Kualitas tidur yang buruk dan insomnia banyak terjadi di kalangan wanita, terutama pada usia paruh baya. Hingga 50% wanita melaporkan masalah tidur pada usia tersebut. Gejala menopause juga bisa menyebabkan masalah tidur.
Penelitian sebelumnya menunjukkan, kurang tidur berkaitan dengan risiko lebih tinggi terkena penyakit kardiovaskular. Namun, hubungan potensial antara masalah tidur dan kejadian kardiovaskular di kemudian hari (misalnya serangan jantung, stroke, dan gagal jantung) belum dipahami dengan baik.
Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan data dari Study of Women’s Health Across the Nation (SWAN). SWAN adalah penelitian jangka panjang yang melibatkan 3.320 wanita berusia 42—52. Mereka berada dalam tahap pramenopause ketika memasuki penelitian pada 1994.
Berbagai macam data dikumpulkan dari peserta SWAN, termasuk faktor risiko penyakit kardiovaskular, seperti kadar glukosa darah dan kolesterol, tekanan darah, dan status merokok. Selain itu, kejadian penyakit kardiovaskular juga didokumentasikan.
Peneliti juga meneliti pola tidur peserta SWAN berulang kali selama 22 tahun, termasuk gejala insomnia (sulit tidur, terbangun berkali-kali dalam semalam, bangun terlalu dini) dan durasi tidur.
TEMUAN PENELITIAN
Pada penelitian ini, tim mengevaluasi hubungan antara gangguan tidur selama usia paruh baya dan kejadian penyakit kardiovaskular di kemudian hari pada peserta SWAN. Mereka mengamati gejala insomnia dan durasi tidur secara terpisah dan bersamaan, dengan mempertimbangkan pengaruhnya terhadap kesehatan jantung secara berbeda.
Peserta SWAN pertama-tama ditempatkan ke dalam empat kelompok berdasarkan tingkat keparahan dan frekuensi insomnia: rendah, sedang-menurun seiring berjalannya waktu, rendah-meningkat seiring berjalannya waktu, dan tinggi terus-menerus.
Kategori tersebut selanjutnya disempurnakan dengan memasukkan durasi tidur untuk mengevaluasi efek gabungan dari insomnia dan durasi tidur terhadap risiko kejadian kardiovaskular selanjutnya.
Para peneliti menemukan, gejala insomnia yang terus-menerus dan durasi tidur yang pendek berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular di kemudian hari.
Hampir seperempat peserta SWAN (23%) mengalami gejala insomnia yang persisten selama usia paruh baya dan memiliki peningkatan risiko penyakit jantung di kemudian hari.
Durasi tidur pendek sepanjang usia paruh baya, yang dialami oleh 14% peserta, juga berkaitan dengan peningkatan risiko kejadian penyakit kardiovaskular di kemudian hari, tetapi pada tingkat yang lebih rendah.
Khususnya, wanita dengan gejala insomnia persisten dan durasi tidur pendek memiliki risiko tertinggi terkena penyakit kardiovaskular, dengan peningkatan risiko sebesar 70—75 persen.
Secara keseluruhan, temuan ini menyoroti pentingnya mempertimbangkan pola tidur, khususnya gejala insomnia dan durasi tidur pendek, dalam memahami risiko kesehatan kardiovaskular pada wanita selama usia paruh baya dan seterusnya.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk lebih memahami mekanisme yang mendasari hubungan antara kualitas tidur yang buruk dan kesehatan jantung. (*)
Baca Juga: Sulit Tidur Pada Lansia, Begini Cara Mengatasinya
Sumber:
NIA (2024)
Foto:
Freepik