Ketahui 10 KONDISI KRONIS Paling Umum pada Lansia 65+ Tahun (2)

Ketahui 10 KONDISI KRONIS Paling Umum pada Lansia 65+ Tahun (2)

Kondisi kronis sering kali disebabkan oleh perilaku tidak sehat yang meningkatkan risiko penyakit. Seiring bertambahnya usia, orang cenderung mengembangkan satu atau lebih kondisi kronis.

Dunialansia.com – Sahabat Lansia, kondisi kronis sering kali disebabkan oleh perilaku tidak sehat yang meningkatkan risiko penyakit, seperti gizi buruk, aktivitas fisik yang tidak memadai, penggunaan alkohol berlebihan, atau merokok.

Kondisi kronis tak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan dan sering kali dapat dicegah dengan mempraktikkan perilaku hidup sehat. Tentunya mencegah lebih baik daripada mengobati, bukan?

Seiring bertambahnya usia, orang cenderung mengembangkan satu atau lebih kondisi kronis. Ada 10 kondisi kronis yang paling umum pada lansia 65+ tahun. Lima di antaranya telah dibahas pada artikel sebelumnya, berikut ini lanjutannya.

 

6. Diabetes

Sebanyak 27% lansia dirawat karena diabetes. Kondisi ini terjadi ketika tubuh resistan terhadap—atau tidak memproduksi cukup—insulin.

Tubuh menggunakan insulin untuk mendapatkan energi dari makanan dan mendistribusikannya ke sel-sel. Jika tidak, yang terjadi adalah gula darah tinggi.

Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan komplikasi, seperti penyakit ginjal, penyakit jantung, atau kebutaan.

Peluang terkena diabetes meningkat setelah usia 45.

 

7. Penyakit Ginjal Kronis (PGK)

Hampir 25% lansia dirawat karena PGK atau penurunan fungsi ginjal secara perlahan seiring berjalannya waktu.

Orang yang menderita PGK memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit jantung atau gagal ginjal.

 

8. Gagal Jantung

Sekitar 15% lansia dirawat karena gagal jantung. Kondisi ini terjadi ketika jantung tidak dapat memasok darah dan oksigen secara memadai ke seluruh organ dalam tubuh.

Jantung mungkin membesar, mengembangkan lebih banyak massa otot, atau memompa lebih cepat untuk memenuhi kebutuhan tubuh, yang menyebabkan rasa lelah, pusing, mual, bingung, atau kurang nafsu makan.

 

9. Depresi

Lansia memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami depresi, yaitu gangguan suasana hati dan kondisi medis kronis.

Sebanyak 16% lansia mencari pengobatan untuk depresi, tetapi depresi bukan merupakan bagian normal dari penuaan dan dapat diobati.

Depresi menyebabkan perasaan sedih, pesimisme, putus asa, kelelahan, kesulitan membuat keputusan, perubahan nafsu makan, kehilangan minat dalam beraktivitas, dan banyak lagi.

 

10. Penyakit Alzheimer dan Demensia Lainnya.

Hampir 12% lansia dirawat karena penyakit Alzheimer atau bentuk demensia lainnya.

Penyakit Alzheimer merupakan salah satu jenis demensia—kondisi yang menyebabkan hilangnya ingatan dan kesulitan berpikir atau memecahkan masalah hingga mengganggu aktivitas sehari-hari.

Demensia bukanlah bagian normal dari penuaan. Demensia disebabkan oleh perubahan otak seiring berjalannya waktu.

Faktor risiko terbesar untuk kondisi kronis ini adalah hal-hal yang sering kali tidak dapat kita kendalikan, termasuk usia, riwayat keluarga, dan genetika.

 

Penyakit Paru Obstrutif Kronik

Kondisi kronis lain yang umum dialami lansia 65+ adalah penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), mencakup dua kondisi utama, yaitu emfisema dan bronkitis kronis.

Emfisema berkembang ketika ada kerusakan pada dinding kantung-kantung udara di paru-paru. Bronkitis kronis adalah iritasi dan peradangan yang berulang atau terus-menerus pada lapisan saluran udara.

Merokok adalah faktor risiko utama PPOK. Sekitar 85—90 persen dari semua kasus PPOK disebabkan oleh rokok. Ini berarti, kebanyakan orang yang menderita PPOK adalah perokok, pernah merokok, atau bahkan perokok pasif.

 

 

Sumber:
NCOA (30/5/2024)

Foto:
Freepik

 

 

Sahabat Lansia, dunialansia.com bukan merupakan praktik konsultasi medis, diagnosis, ataupun pengobatan. Informasi di situs web ini tidak boleh digunakan sebagai pengganti konsultasi atau saran medis profesional. Bila Sahabat Lansia memiliki masalah kesehatan atau penyakit tertentu atau kebutuhan medis yang spesifik, konsultasikan dengan tenaga medis atau tenaga kesehatan profesional.
Yuk, berbagi artikel ini agar manfaatnya dirasakan oleh banyak orang.