Dari 15 faktor yang diteliti, studi baru menemukan tiga faktor risiko terbesar demensia yang dapat dikendalikan sepanjang hidup, yaitu diabetes, konsumsi alkohol, dan polusi udara.
Dunialansia.com – Sahabat Lansia, menyoal faktor risiko demensia, semakin banyak penelitian menunjukkan, sejumlah faktor risiko demensia dapat diubah sepanjang hidup. Studi baru menemukan tiga faktor risiko terbesar demensia ini dapat dikendalikan.
Dari 15 faktor yang diteliti ditemukan bahwa diabetes, konsumsi alkohol (diukur berdasarkan frekuensi), dan paparan udara merupakan faktor risiko paling berbahaya dan dapat dimodifikasi. Temuan ini diterbitkan dalam jurnal Nature Communications (27/3/2024).
Tim peneliti memeriksa pemindaian otak dari hampir 40.000 peserta UK Biobank. Mereka menemukan, bagian otak yang terkait dengan penyakit Alzheimer—bentuk demensia paling umum—paling banyak dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut.
Faktor risiko lain yang dapat dimodifikasi yang diketahui dan diteliti adalah tekanan darah, kolesterol, berat badan, merokok, depresi, peradangan, pendengaran, tidur, sosialisasi, pola makan, aktivitas fisik, dan pendidikan.
MELIHAT LEBIH DEKAT PADA TIGA FAKTOR RISIKO
Temuan penelitian ini tidak mengejutkan, kata Andrew Bender, peneliti neuroimaging di Cleveland Clinic Lou Ruvo Center for Brain Health.
“Diabetes merupakan faktor risiko yang sangat banyak diteliti dan diketahui,” kata Bender, yang tidak terlibat dalam penelitian terbaru.
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dan terlalu banyak gula yang tersisa dalam darah, dapat merusak organ-organ tubuh seiring waktu, termasuk otak, jelas Alzheimer’s Association. Gula darah tinggi juga dikaitkan dengan peradangan dan penyakit kardiovaskular — keduanya dapat menyebabkan menurunnya kesehatan otak.
Konsumsi alkohol berlebihan termasuk di antara 12 faktor risiko demensia yang dapat dimodifikasi—tercantum dalam laporan tahun 2020 yang diterbitkan Lancet Commission. Definisi “berlebihan” di sini adalah lebih dari 21 minuman per minggu.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mengatakan, seiring waktu, terlalu banyak alkohol dapat menyebabkan masalah belajar dan ingatan, termasuk demensia.
Penelitian tentang dampak polusi udara terhadap kesehatan masih tergolong baru, tetapi telah terkumpul dalam beberapa tahun terakhir. Sebuah studi (2023) yang diterbitkan dalam JAMA Internal Medicine meneliti data dari lebih dari 27.000 orang dewasa berusia lebih dari 50.
Penelitian menemukan, mereka yang mengalami demensia lebih mungkin tinggal di tempat dengan kadar partikel halus yang lebih tinggi. Jenis polusi udara ini dapat berasal dari kendaraan dan pabrik, meskipun dalam studi khusus ini, partikel halus dari pertanian dan kebakaran hutan secara khusus dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia.
Studi lain yang diterbitkan tahun ini dalam jurnal Neurology menemukan, orang-orang yang lebih sering terpapar polusi udara akibat lalu lintas cenderung memiliki kadar plak amiloid yang tinggi di otak mereka setelah meninggal. Plak ini merupakan ciri khas penyakit Alzheimer.
Peradangan dapat membantu menjelaskan hubungan yang muncul antara polusi udara dan kesehatan otak. Beberapa penelitian pada hewan menunjukkan, “ada hubungan antara partikel dalam polusi dan peradangan di otak,” kata Bender.
Para peneliti juga menemukan, partikel polusi kecil—jenis yang mungkin kita hirup dari asap atau knalpot di udara—dapat beredar dalam darah dan masuk ke otak, yang dapat menyebabkan kerusakan langsung.
MENGELOLA RISIKO DEMENSIA
Dalam penelitian tersebut, para peneliti juga mengamati faktor genetik yang mungkin terkait dengan demensia dan perubahan otak lainnya. Bender mengatakan, bidang penelitian ini suatu hari nanti dapat memengaruhi cara kita menilai dan mengelola risiko individu.
Untuk saat ini, tambahnya, kesimpulannya adalah individu memiliki kendali atas risiko demensia mereka. Bahkan, para ahli mengatakan, hampir 40% persen kasus demensia dapat dicegah atau ditunda dengan perubahan gaya hidup dan perilaku.
Polusi udara merupakan faktor risiko yang kurang dapat diubah karena banyak orang lebih dibatasi dalam memilih tempat tinggal atau tempat kerja. Namun, faktor risiko lainnya, seperti konsumsi alkohol dan kondisi kesehatan kronis, seperti diabetes, dapat dikontrol secara individual. (*)
Sumber: AARP (28/3/2024)
Foto: Freepik