Sejumlah besar penelitian mendukung gagasan bahwa orang menjadi lebih bahagia seiring bertambahnya usia. Menurut pakar, ada tiga cara untuk meningkatkan kebahagiaan lansia.
Dunialansia.com – Sahabat Lansia, setiap tahun pada 20 Maret, dunia merayakan Hari Kebahagiaan Internasional. Tahukah Sahabat Lansia, siapa orang yang paling berbahagia?
Ternyata, lansia adalah orang yang paling bahagia!
“Semua orang masih takut terhadap penuaan dan mereka selalu terkejut ketika mengetahui bahwa orang lanjut usia adalah orang yang paling bahagia,” kata Katharine Esty, Ph.D., mantan psikoterapis dan penulis buku Eightysomethings: A Practical Guide to Letting Go, Aging Well, and Finding Unexpected Happiness.
Sejumlah besar penelitian mendukung gagasan bahwa orang menjadi lebih bahagia seiring bertambahnya usia. Beberapa di antaranya berkaitan dengan kebijaksanaan emosional, menurut Laura Carstensen, profesor psikologi dan direktur Stanford Center on Longevity.
“Seiring bertambahnya usia, cakrawala waktu kita semakin pendek dan tujuan kita pun berubah. Ketika kita menyadari bahwa kita tidak memiliki semua waktu di dunia, kita melihat prioritas kita dengan lebih jelas. Kita tidak terlalu memperhatikan hal-hal sepele. Kita lebih menikmati hidup. Kita lebih menghargai dan lebih terbuka terhadap rekonsiliasi. Kita berinvestasi pada bagian kehidupan yang lebih penting secara emosional, dan hidup menjadi lebih baik, sehingga kita menjadi lebih bahagia dari hari ke hari,” katanya dalam TED Talk berjudul “Older People Are Happier”.
Para ahli mengatakan, ada tiga cara utama agar lansia dapat meningkatkan kebahagiaan.
1. Memilih dan membina hanya “hubungan yang baik”.
Hasil penelitian terpanjang mengenai kehidupan manusia menunjukkan faktor utama yang membawa kita pada kebahagiaan seiring bertambahnya usia adalah hubungan yang baik, kata Dr. Robert Waldinger.
Direktur Harvard Study of Adult Development di Rumah Sakit Umum Massachusetts yang juga salah satu penulis buku The Good Life ini, mengeksplorasi temuan dari penelitian yang telah berlangsung selama 85 tahun.
Dan persahabatan lebih penting daripada hubungan keluarga bagi lansia, menurut penelitian William Chopik, asisten profesor psikologi di Michigan State University.
Jadi, persahabatan seperti apa yang harus kita cari?
Esty menyarankan, pertama, pikirkan bagaimana perasaan kita saat bersama teman-teman.
“Apakah mereka memberi saya energi ataukah menguras energi saya?”; “Apakah saya senang menghabiskan waktu bersama mereka atau justru merasa takut?”
Pertimbangkan untuk menghabiskan lebih banyak atau seluruh waktu kita dengan orang-orang yang membuat kita merasa baik.
Selain itu, lanjut Esty, yang terbaik adalah memiliki “buket” teman.
“Ada yang lebih tua, ada yang lebih muda, ada juga yang sebaya. Ada kesenangan dalam berbagi kenangan dan musik yang kita sukai dengan orang-orang seusia, tetapi ada juga kegembiraan dalam belajar dan pengalaman dengan teman-teman yang lebih tua dan lebih muda.”
Pertimbangan lain, tambah Waldinger, hubungan yang baik bersifat timbal balik atau saling memberi dan menerima, juga tidak ada kepura-puraan. Kita tidak ingin berada dalam situasi di mana kita harus menyembunyikan aspek-aspek utama dari diri kita, bukan?
Lantas, berapa banyak teman yang kita butuhkan?
Beberapa ahli mengatakan, memiliki lima teman dekat adalah jumlah yang optimal. Namun, hal ini bisa jadi sulit seiring bertambahnya usia.
Menurut Esty, kita semua memerlukan tiga jenis teman yang berbeda untuk benar-benar berkembang, yaitu:
- Tetangga dan orang lain yang memberikan bantuan praktis ketika kita membutuhkannya—untuk mengantar kita ke bandara atau mengambil bahan makanan saat kita sakit, misalnya.
- Orang kepercayaan yang dapat kita ajak bicara jujur tentang perasaan kita dan mengeksplorasi apa yang sebenarnya terjadi.
- Teman yang menyenangkan untuk diajak bersenang-senang dan bisa diajak melakukan banyak hal.
2. Meminta bantuan.
Kita semua pernah mendengar pepatah, “Lebih baik memberi daripada menerima.” Namun, dalam pertemanan, memberi dan menerima adalah hal yang sama pentingnya.
“Hubungan terbaik adalah hubungan dua arah, yaitu kita memberi dan menerima bantuan,” kata Waldinger.
Namun, bahkan dalam hubungan pribadi kita, memberi bantuan sering kali lebih mudah daripada menerima bantuan.
Bagaimana cara mulai menerima bantuan dengan lapang dada?
Waldinger menyarankan untuk mengatakan, “Mari kita lakukan ini bersama-sama.” Ini adalah cara untuk memulai dengan meminta sedikit bantuan, tetapi tetap menjadi bagian dari prosesnya.
Contoh, “Ayo, kita buat makanan ini bersama-sama.” Atau, “Ayo, kita pindahkan perabotan ini bersama-sama.”
Bagi para midlifer yang berpikir tentang pensiun, Esty menyarankan sebuah kegiatan yang berasal dari wawancaranya dengan orang-orang berusia 80-an tentang apa yang benar-benar penting—mengikuti impian pribadi.
“Tetapi banyak orang tidak yakin apa yang ingin mereka lakukan dengan hidup mereka setelah pensiun. Mereka perlu memiliki tujuan,” katanya. “Adalah cara yang baik untuk membentuk sekelompok kecil teman yang bertemu secara teratur untuk mendiskusikan masalah-masalah dalam hidup mereka dan membicarakan impian mereka untuk masa depan.”
Selain itu, tambah Esty, terkadang orang tidak dapat melihat kekuatan dan minatnya sendiri. Berbicara dengan teman dapat menggali ide-ide yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya, seperti menulis memoar atau mengerjakan kampanye politik.
3. Mengambil tanggung jawab.
“Saya rindu mengantar anak-anak saya ke dokter, membuat makan malam untuk seluruh keluarga setiap malam, dan mencuci pakaian setiap hari,” kata orang tua mana pun.
Salah satu keuntungan dari bertambahnya usia adalah berkurangnya tanggung jawab pribadi dan pada akhirnya, berkurangnya atau bahkan tidak ada sama sekali tugas pekerjaan.
Namun, ada garis tipis antara terlalu banyak tanggung jawab dan terlalu sedikit.
Sebuah penelitian terhadap penghuni panti jompo menunjukkan bahwa “lebih banyak pilihan, lebih banyak kesempatan untuk mengambil keputusan, dan lebih banyak tanggung jawab akan meningkatkan kebahagiaan pada orang lanjut usia,” kata Esty.
Kuncinya, tambah Esty, hanya mengambil tanggung jawab yang kita sukai saja dan menolak permintaan lain.
Misal, mengantar anak kita ke dokter mungkin merupakan aktivitas yang membuat stres ketika kita masih muda dan bekerja. Namun, menawarkan diri untuk menjemput cucu dari sekolah seminggu sekali mungkin merupakan sesuatu yang kita nantikan.
Jika seorang lansia menikmati suatu kegiatan, seperti memasak, ia mungkin menemukan kebahagiaan dalam tanggung jawab mengatur lomba memasak untuk amal, misalnya.
Kebenaran Tentang Kebahagiaan Seiring Bertambahnya Usia
“Kami tidak ingin menjual mitos bahwa jika saya melakukan ‘hal yang benar’, saya akan selalu bahagia,” kata Waldinger. Tidak ada orang yang bahagia sepanjang waktu, tambahnya.
Menurutnya, kuncinya adalah membangun fondasi kesejahteraan. Dengan begitu, kemungkinan besar kita akan bahagia. (*)
Sumber:
Fortune
Foto:
Freepik