Tidak ada yang namanya “menopause pria”, karena pria tidak mengalami perubahan biologis yang serupa dengan yang dialami wanita menopause. Namun, mengapa pria juga mengalami gejala yang mirip menopause?
Dunialansia.com – Sahabat Lansia, kita mungkin mengira pria juga mengalami menopause seperti halnya wanita. Faktanya, tidak ada yang namanya “menopause pria”, karena pria tidak mengalami perubahan biologis yang serupa dengan yang dialami wanita menopause.
Seiring bertambahnya usia, pria akan mengalami penurunan hormon testosteron yang berhubungan dengan seks dan libido mereka pun turun. Beberapa pria merasa sulit untuk mendapatkan atau mempertahankan ereksi saat berhubungan seks.
Seperti halnya wanita menopause, pria yang menua juga mengalami gejala-gejala seperti berkurangnya massa dan kekuatan otot, peningkatan penumpukan lemak tubuh, kehilangan kepadatan tulang, kelelahan, hot flushes, berkeringat di malam hari, perubahan suasana hati, kegelisahan, depresi, serta daya ingat dan konsentrasi yang buruk.
Meski gejala-gejala tersebut muncul seiring dengan terjadinya penurunan kadar testosteron, tak lantas berarti itulah biang keroknya. Ini karena penurunannya stabil sekitar 1% per tahun dari sekitar usia 30—40 dan hal ini tidak akan menimbulkan masalah.
Lantas, mengapa muncul gejala-gejala yang mirip menopause?
Faktor gaya hidup atau masalah psikologis juga dapat menjadi penyebabnya. Sebagai contoh, perubahan suasana hati, disfungsi ereksi, dan gairah seks yang rendah, dapat disebabkan oleh stres, depresi, dan kecemasan.
Faktor fisik, seperti masalah jantung, juga bisa menyebabkan disfungsi ereksi, yang dapat terjadi bersamaan dengan penyebab psikologis.
Masalah psikologis biasanya disebabkan oleh masalah pekerjaan atau hubungan, masalah keuangan, atau kekhawatiran terhadap orangtua yang menua.
“Krisis paruh baya” juga bisa menjadi penyebabnya. Hal ini bisa terjadi ketika pria mengira mereka telah mencapai separuh tahap kehidupan. Kecemasan atas apa yang telah mereka capai sejauh ini, baik dalam pekerjaan maupun kehidupan pribadi, dapat berujung pada periode depresi.
Kemungkinan lain dari penyebabnya adalah kurang tidur, pola makan yang buruk, kurang berolahraga, minum terlalu banyak alkohol, merokok, dan harga diri yang rendah.
Jika penyebabnya bukan masalah gaya hidup atau psikologis, dalam beberapa kasus dapat disebabkan oleh hipogonadisme usia lanjut atau hipogonadisme awitan lambat, yaitu kekurangan testosteron yang berkembang di kemudian hari.
APA YANG HARUS DILAKUKAN?
Sahabat Lansia, jika kamu mengalami gejala-gejala yang mirip menopause, sebaiknya konsultasikan ke dokter. Dokter akan menanyakan tentang pekerjaan dan kehidupan pribadimu untuk mengetahui apakah gejala-gejala tersebut disebabkan oleh masalah kesehatan mental, seperti stres atau kecemasan.
Jika penyebabnya adalah stres atau kecemasan, maka pengobatan atau terapi bicara, seperti cognitive behavioural therapy (CBT) atau terapi perilaku kognitif dapat memberikan manfaat. Olahraga dan relaksasi juga dapat membantu.
Dokter mungkin juga akan meminta kamu melakukan tes darah untuk mengukur kadar testosteron. Jika hasilnya menunjukkan mengalami kekurangan testosteron, dokter dapat merujuk ke ahli endokrinologi, spesialis masalah hormon.
Jika spesialis memastikan diagnosis ini, dia mungkin akan menawarkan penggantian testosteron untuk memperbaiki kekurangan hormon, yang akan meringankan gejala. (*)
Sumber:
Gleneagles Hospital
NHS
Foto:
Freepik