KONSUMSI PROTEIN NABATI DI USIA PARUH BAYA DAPAT MEMBANTU WANITA TERHINDAR DARI PENYAKIT KRONIS DI USIA LANJUT

KONSUMSI PROTEIN NABATI DI USIA PARUH BAYA DAPAT MEMBANTU WANITA TERHINDAR DARI PENYAKIT KRONIS DI USIA LANJUT

Mereka yang mengonsumsi lebih banyak protein nabati cenderung terbebas dari penyakit kronis, gangguan fisik dan mental, serta memiliki kesehatan mental yang lebih baik seiring bertambahnya usia.

Dunialansia.com – Sahabat Lansia, untuk penuaan yang sehat, wanita membutuhkan asupan protein nabati lebih banyak daripada protein hewani. Studi baru menemukan, konsumsi protein nabati di usia paruh baya dapat membantu wanita terhindar dari penyakit kronis di usia lanjut.

Mereka yang mengonsumsi lebih banyak protein nabati cenderung terbebas dari penyakit kronis, gangguan fisik dan mental, serta memiliki kesehatan mental yang lebih baik seiring bertambahnya usia, demikian hasil penelitian baru yang diterbitkan di The American Journal of Clinical Nutrition (17/01/2024).

“Penelitian ini memberikan banyak bukti akan pentingnya protein bagi kesehatan orang lanjut usia, terutama asupan protein yang terjadi pada masa dewasa pertengahan, yaitu saat kita mempersiapkan diri untuk menghadapi risiko penyakit kronis di kemudian hari untuk fungsi fisik dan kognitif,” kata penulis penelitian tersebut, Dr. Andres V. Ardisson Korat, DSc, peneliti di Jean Mayer USDA Human Nutrition Research Center on Aging, kepada Healthline.

Para peneliti menemukan, asupan protein makanan—khususnya protein nabati—berkaitan dengan hasil kesehatan yang lebih baik dan penuaan yang sehat. Setiap tiga persen total kalori makanan yang berasal dari protein nabati berkaitan dengan peningkatan 38 persen kemungkinan penuaan yang sehat pada wanita.

“Temuan ini konsisten dengan data sebelumnya yang menunjukkan hubungan antara asupan protein moderat dan penuaan yang sehat,” kata Kristin Kirkpatrick, MS RD, Cleveland Clinic, dan salah satu penulis Regenerative Health, kepada Healthline. Dia tidak berafiliasi dengan penelitian ini.

PENGARUH POLA MAKAN TERHADAP PENUAAN SEHAT

Korat dan timnya menganalisis data lebih dari 48.000 wanita dewasa di Amerika Serikat mulai 1984 hingga 2016 untuk melihat bagaimana komposisi protein dalam makanan mereka memengaruhi hasil kesehatan mulai usia paruh baya hingga usia lanjut.

Para wanita tersebut merupakan bagian dari Nurses’ Health Study, sebuah studi longitudinal yang datanya dikumpulkan melalui kuesioner tentang pola makan, gaya hidup, dan kesehatan.

Pada awal periode observasi, rata-rata usia partisipan adalah 48 tahun. Rata-rata pola makan mereka mencakup sekitar 18% kalori harian yang berasal dari protein, dengan protein hewani lebih banyak (13 persen) dan protein nabati hanya lima persen.

Dapatkah informasi pola makan ini menunjukkan partisipan akan mengalami penuaan yang sehat atau penyakit kronis?

Para peneliti mendefinisikan “penuaan yang sehat” sebagai gabungan beberapa faktor, termasuk terbebas dari 11 penyakit kronis, tidak ada gangguan fisik dan mental, serta kesehatan mental yang baik.

11 Penyakit Kronis

  • Kanker (kecuali kanker kulit nonmelanoma).
  • Diabetes tipe 2.
  • Penyakit kardiovaskular, termasuk serangan jantung dan gagal jantung.
  • Stroke
  • Gagal ginjal.
  • Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
  • Penyakit Parkinson.
  • Multiple sclerosis.
  • Amyotrophic lateral sclerosis (ALS).

Antara 2014—2016, para peserta Nurses’ Health Study dinilai untuk mengetahui keberadaan 11 penyakit kronis tersebut. Mereka juga menjalani pemeriksaan fungsi fisik, memori subjektif, dan kesehatan mental.

Dari kelompok perempuan awal, sebanyak 3.721 (sekitar 7 persen) memenuhi definisi penuaan sehat.

PROTEIN NABATI VS PROTEIN HEWANI

Protein merupakan bagian penting dari diet atau pola makan dan bertanggung jawab atas sejumlah fungsi penting dalam tubuh, termasuk hal-hal, seperti pertumbuhan otot dan sinyal sel. Namun, tidak semua protein diciptakan sama.

Penulis penelitian menemukan, protein nabati—lebih dari protein hewani dan protein susu—merupakan prediktor terkuat penuaan yang sehat.

Protein hewani, termasuk produk susu, telah lama disebut-sebut sebagai bentuk protein yang lebih unggul karena dianggap sebagai “protein lengkap”. Artinya, protein ini dapat memasok 9 asam amino esensial yang tidak diproduksi secara alami oleh tubuh.

Tak demikian halnya dengan protein nabati. Kebanyakan protein nabati disebut “protein tidak lengkap” karena biasanya hanya menyediakan sebagian asam amino atau tidak mengandung semuanya dalam jumlah optimal.

Meskipun protein hewani juga bermanfaat, terutama jika konsumsi protein kita secara keseluruhan rendah, ada risikonya juga. Daging merah khususnya telah dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, stroke, dan diabetes tipe 2.

Para peneliti menemukan, protein hewani tidak memberikan manfaat yang sama untuk penuaan yang sehat seperti protein nabati.

CARA MENDAPATKAN LEBIH BANYAK PROTEIN NABATI

Kita tidak harus menjadi vegetarian atau vegan agar dapat menjadikan protein nabati sebagai bagian terbesar dari pola makan kita. Selama ini tentunya kita sudah memasukkan protein nabati ke dalam menu harian meski jumlahnya mungkin tidak terlalu besar.

Yang perlu kita lakukan sekarang adalah mempelajari sumber protein nabati berkualitas tinggi dan menemukan cara untuk menjadikannya bagian yang lebih besar dari pola makan kita.

Sumber protein nabati berkualitas tinggi, papar Korat, juga dilengkapi dengan serat pangan, karbohidrat berkualitas tinggi, vitamin dan mineral, serta beberapa fitokimia yang juga bermanfaat bagi kesehatan.

Sumber Protein Nabati Berkualitas Tinggi

  • Kacang hitam (black beans).
  • Quinoa
  • Tofu
  • Edamame
  • Kacang lentil.
  • Oat
  • Bubuk protein kacang polong (pea protein powder).
  • Selai kacang (peanut butter)
  • Kacang-kacangan (nuts)

Memperbanyak konsumsi kacang-kacangan dan biji-bijian, menurut Kirkpatrick, adalah cara terbaik untuk menambahkan protein dari tanaman. (*)

Sumber:
Healthline
Foto:
Freepik

 

 

Sahabat Lansia, situs dunialansia.com bukan merupakan praktik konsultasi medis, diagnosis, ataupun pengobatan. Informasi di situs ini tidak boleh digunakan sebagai pengganti konsultasi atau saran medis profesional. Bila Sahabat Lansia memiliki masalah kesehatan atau penyakit tertentu atau kebutuhan medis yang spesifik, konsultasikan dengan tenaga medis atau tenaga kesehatan profesional.
Yuk, berbagi artikel ini agar manfaatnya dirasakan oleh banyak orang.