TUBERKULOSIS TIDAK DAPAT DISEMBUHKAN. BENARKAH ATAU CUMA MITOS?

TUBERKULOSIS TIDAK DAPAT DISEMBUHKAN. BENARKAH ATAU CUMA MITOS?

Tak sedikit mitos tentang tuberkulosis atau TB yang beredar di masyarakat. Keberadaan mitos ini menimbulkan stigma tertentu terhadap TB dan penderitanya. Ketahui faktanya!

Dunialansia.com – Sahabat Lansia, bisa jadi sampai sekarang pun masih ada yang menjauhi dan mengasingkan penderita tuberkulosis atau yang secara singkat disebut TB. Ini lantaran adanya mitos bahwa berdekatan dengan penderita TB pasti akan tertular.

Memang, TB merupakan penyakit menular. Akan tetapi, penyakit ini tidak mudah ditularkan. Penjelasannya ada di sini, ya.

Masih ada lagi mitos lainnya yang beredar di masyarakat tentang penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis ini. Hal ini menimbulkan stigma tertentu terhadap TB dan penderitanya.

Dengan memahami fakta dari penyakit ini, kita dapat membantu menghilangkan stigma tersebut. Lebih dari itu, kita pun dapat berupaya melakukan pencegahan dan membantu kelancaran pengobatan TB bagi penderitanya.

Inilah salah satu cara yang dapat kita lakukan untuk membantu mewujudkan tema Hari TB Sedunia 2024 “Yes! We Can End TB!”

# TB tidak dapat disembuhkan.

Faktanya, meski membutuhkan waktu lama, penderita TB bisa pulih dengan menjalani pengobatan secara konsisten selama 6–9 bulan.

Jika pengobatan tidak dijalani secara konsisten, bakteri penyebab TB akan melemah untuk sementara waktu dan dapat aktif kembali.

Hal ini dapat menyebabkan resistan terhadap obat-obatan anti tuberkulosis, disebut multidrug-resistant tuberculosis atau MDR-TB.

# Tidak ada obat untuk TB.

Kalau tidak ada obatnya berarti TB tidak dapat sembuh. Ini jelas salah karena faktanya, TB dapat disembuhkan. Jadi, TB sudah ada obatnya sehingga dapat disembuhkan.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) telah menyetujui 10 jenis obat untuk mengobati TB.

# TB selalu berakibat fatal.

Faktanya, TB dapat berakibat fatal bila tanpa pengobatan. Sebaliknya, dengan pengobatan modern, dokter dapat berhasil mengobati penyakit ini.

Melansir dari TBC Indonesia, tanpa pengobatan, angka kematian akibat penyakit TB tinggi (sekitar 50%). Secara global pada 2022, TB menyebabkan sekitar 1,30 juta kematian. Dengan pengobatan yang direkomendasikan WHO, 85% kasus TB bisa disembuhkan.

Penemuan bakteri penyebab TB oleh Dr. Robert Koch yang diumumkan pada 24 Maret 1882 telah membuka jalan menuju diagnosis dan penyembuhan penyakit ini.

# Orang yang terinfeksi bakteri TB pasti sakit.

Faktanya, tidak semua orang yang terpapar bakteri TB akan menderita sakit.

Kondisi ini disebut TB laten. Bakteri masuk ke dalam tubuh, tetapi tidak aktif, sehingga tidak ada gejala apa pun yang muncul.

Kuncinya pada daya tahan tubuh. Semakin kuat daya tahan tubuh, risiko bakteri TB berkembang dan menyebabkan penyakit pun menjadi lebih rendah.

# Batuk berdarah pasti gejala awal TB.

Faktanya, batuk berdarah bukanlah gejala awal dari penyakit TB.

Batuk berdarah terjadi ketika penyakit sudah semakin berkembang dan menyerang jaringan parenkim atau pembuluh darah paru-paru, sehingga pembuluh darah paru-paru mengalami kerusakan dan mengeluarkan darah.

Selain itu, tidak semua batuk berdarah pasti disebabkan oleh TB. Beberapa penyakit lain juga dapat memicu batuk berdarah, salah satunya, kanker paru.

# Merokok dapat menyebabkan TB.

Faktanya, TB tidak disebabkan oleh rokok, melainkan infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Namun, asap rokok dan kandungan nikotin di dalam rokok dapat mengganggu proses pembersihan saluran napas dari dahak dan melemahkan makrofag yang bertugas mencegah bakteri Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam tubuh.

Jadi, rokok bukan penyebab utama TB. Namun, tak dimungkiri bahwa perokok aktif memiliki risiko lebih tinggi terserang infeksi TB karena kondisi kesehatan saluran pernapasannya yang menurun.

# TB hanya menyerang orang-orang di negara berpenghasilan rendah.

Faktanya, TB dapat menyerang siapa pun di seluruh dunia tanpa mengenal usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, status pendidikan, dan lain-lain.

Kendati demikian, ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terinfeksi TB, yaitu:

  • Menderita penyakit atau kondisi yang melemahkan sistem imun tubuh, seperti penyakit diabetes, HIV/AIDS, dan pasien yang menjalani perawatan kemoterapi.
  • Perokok aktif.
  • Mengonsumsi alkohol dan menggunakan obat-obatan terlarang.
  • Mengalami malnutrisi.
  • Kontak dekat dengan pengidap TB dalam jangka waktu yang panjang.
  • Tinggal di lingkungan yang lembap dan tidak mendapatkan cukup paparan sinar matahari, serta tingkat sanitasi dan kebersihan yang buruk.

 

Sumber:
Medical News Today
Siloam Hospitals
Foto:
Freepik

 

 

Sahabat Lansia, situs dunialansia.com bukan merupakan praktik konsultasi medis, diagnosis, ataupun pengobatan. Informasi di situs ini tidak boleh digunakan sebagai pengganti konsultasi atau saran medis profesional. Bila Sahabat Lansia memiliki masalah kesehatan atau penyakit tertentu atau kebutuhan medis yang spesifik, konsultasikan dengan tenaga medis atau tenaga kesehatan profesional.
Yuk, berbagi artikel ini agar manfaatnya dirasakan oleh banyak orang.