Orang yang mengalami kejang berarti menderita epilepsi. Ini cuma mitos belaka! Begitu pun dengan anggapan bahwa orang yang mengalami kejang, mulutnya harus dimasukkan sesuatu. Apalagi mitos lainnya?
Dunialansia.com – Sahabat Lansia, jelas sudah bahwa epilepsi TIDAK menular, juga bukan penyakit mental, apalagi kutukan. Epilepsi juga dapat diobati. Bahkan, ODE (orang dengan epilepsi) dapat hidup di masyarakat sebagaimana biasa, bila diobati dengan benar dan bebas serangan epilepsi. Jadi, tak ada alasan untuk menjauhi orang dengan epilepsi, tak ada alasan pula untuk memberikan stigma dan bersikap diskriminatif kepada mereka.
Bagaimana dengan mitos-mitos lainnya? Yuk, kita simak bersama sejumlah mitos lainnya yang berkaitan dengan ODE dan gejala kejang.
6. ODE tidak bisa menikah dan hamil.
FAKTANYA: ODE dapat menikah, hamil, dan mempunyai keturunan. Epilepsi tidak berpengaruh pada kemampuan perempuan untuk hamil dan memiliki anak. Hanya saja perlu diketahui, ketika ibu hamil mengonsumsi obat epilepsi, maka risiko cacat lahir pada bayi meningkat 2—3 kali lipat. ODE yang berencana hamil agar mendiskusikannya terlebih dahulu dengan dokter spesialis saraf mengenai penggunaan obat-obatan.
7. ODE tidak boleh mendapakan vaksin COVID 19.
FAKTANYA: Vaksin COVID 19 merupakan upaya untuk mengakhiri pandemi, baik di Indonesia maupun di dunia. Sesuai rekomendasi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI), epilepsi bukan kontra indikasi vaksin COVID 19. Baik yang sudah bebas bangkitan/kejang (terkontrol) dengan minum obat atau tidak, maupun yang masih muncul bangkitan/kejang diindikasikan untuk diberikan vaksin COVID dengan pengawasan dokter spesialis saraf.
8. Orang yang mengalami kejang berarti menderita epilepsi.
FAKTANYA: Kejang tidak sama dengan epilepsi. Tidak semua kejang akan menjadi epilepsi. Sekitar 8—10% populasi akan mengalami bangkitan/serangan epilepsi dalam masa hidupnya, tetapi hanya sekitar 2—3% yang berkembang menjadi epilepsi.
Kejang hanya salah satu dari gejala epilepsi dan merupakan gejala yang paling sering muncul. Kejangnya dapat berupa kaku dan atau menyentak-nyentak pada tangan, kaki, bahkan badan, yang juga dapat disertai dengan kesadaran menurun.
Gejala epilepsi biasanya muncul sepintas, beberapa detik saja, dan akan berhenti dengan sendirinya, tetapi akan muncul berulang-ulang. Gejala tersebut muncul akibat aktivitas listrik pada sel otak yang tidak normal dan berlebihan.
Gejala lain berupa gangguan kesadaran saja, seperti pingsan yang tejadi sepintas, tetapi berulang-ulang. Dapat pula berupa gangguan sensorik (sensasi rasa) pada kulit, seperti rasa kebas pada tangan, kaki atau sebagian badan. Selain itu, juga dapat berupa gangguan emosi dan perilaku.
9. Orang yang mengalami kejang harus ke rumah sakit.
FAKTANYA: Tidak semua kejang memerlukan rawat inap. Sering kali, orang tersebut hanya memerlukan waktu untuk istirahat dan memulihkan diri setelah kejang, yang dapat mereka lakukan di tempat kerja, sekolah, atau rumah. Namun, jika kita tidak mengenal orang tersebut dan menyaksikan orang tersebut mengalami kejang, sebaiknya hubungi ambulans.
10. Orang yang mengalami kejang harus ditahan agar kejangnya berhenti.
FAKTANYA: Menahan seseorang saat kejang, kemungkinan besar akan membuat orang tersebut gelisah atau terluka (atau malah melukai orang yang menahannya). Kejang akan berjalan dengan sendirinya dan menahan seseorang tidak akan menghentikan atau memperlambatnya. Pertolongan pertama pada kejang bergantung pada jenis kejangnya.
11. Harus memasukkan sesuatu ke dalam mulut orang yang mengalami kejang agar lidah tidak tertelan saat kejang.
FAKTANYA: Secara fisik tidak mungkin orang menelan lidahnya sendiri. Dalam menghadapi orang yang mengalami kejang, aturan yang penting adalah JANGAN memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya. Mengapa? Karena, orang tersebut tidak dapat mengontrol gerakan ototnya selama kejang dan dia mungkin menggigit benda tersebut hingga mematahkan giginya atau melukai mulut/rahangnya.
JANGAN LAKUKAN INI PADA ORANG YANG KEJANG!
Mengutip CDC, sangat penting untuk mengetahui apa yang TIDAK boleh dilakukan demi menjaga keselamatan seseorang selama atau setelah kejang. Berikut ini 4 hal yang TIDAK boleh dilakukan pada orang yang mengalami kejang:
- Menahan orang tersebut atau mencoba menghentikan gerakannya.
- Memasukkan apa pun ke dalam mulut orang tersebut. Hal ini dapat melukai gigi atau rahang. Orang yang mengalami kejang tidak dapat menelan lidahnya.
- Mencoba memberikan napas dari mulut ke mulut (seperti CPR). Orang biasanya mulai bernapas lagi dengan sendirinya setelah kejang.
- Memberikan air atau makanan kepada orang tersebut sampai ia sadar sepenuhnya.
Sahabat Lansia, setelah mengetahui faktanya, sudah saatnya untuk membuang stigma dan tindakan diskriminatif kepada ODE. Mereka memiliki hak yang sama seperti orang-orang lainnya untuk menjalani kehidupan sesuai dengan potensinya masing-masing. (*)
Sumber:
Epilepsy Foundation
Yankes Kemenkes
Foto:
Freepik