STUDI Selama 30 Tahun Menemukan 3 Makanan Ultra-proses Terkait Kematian Dini

STUDI Selama 30 Tahun Menemukan 3 Makanan Ultra-proses Terkait Kematian Dini

Jenis makanan tertentu memiliki hubungan yang lebih tinggi dengan semua penyebab kematian. Sebuah studi selama 30 tahun menemukan tiga makanan ultra-proses terkait dengan peningkatan risiko kematian dini.

Dunialansia.com – Sahabat Lansia, siapa tak ingin umur panjang? Salah satu yang berperan adalah makanan yang kita konsumsi. Sebuah studi selama 30 tahun menemukan tiga makanan ultra-proses terkait dengan peningkatan risiko kematian dini.

Apa itu ultra-processed food (UPF) atau makanan ultra-proses?

Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), makanan ultra-proses adalah makanan yang mengandung bahan-bahan yang “jarang atau tidak pernah digunakan di dapur rumah tangga atau jenis bahan tambahan yang berfungsi membuat produk akhir menjadi lebih lezat atau lebih menarik.”

Bahan-bahan tersebut ditemukan dalam produk, seperti soda, keripik, sup kemasan, nugget, dan es krim. Beberapa di antaranya meliputi:

  • Pengawet untuk mencegah jamur atau bakteri.
  • Pewarna buatan untuk mempercantik tampilan makanan.
  • Emulsifier untuk mencegah pemisahan bahan.
  • Gula, garam, dan lemak tambahan atau yang dimodifikasi agar makanan lebih menggugah selera.

 

Mereka yang mengonsumsi makanan ultra-proses dalam jumlah tertinggi memiliki risiko kematian 4% lebih tinggi akibat penyebab apa pun.

 

Studi yang dipublikasikan dalam jurnal The BMJ (8/5/2024) menganalisis data lebih dari 100 ribu profesional kesehatan di Amerika Serikat. Semua peserta tidak memiliki riwayat kanker, penyakit kardiovaskular, ataupun diabetes.

Dari tahun 1986 hingga 2018, para peserta memberikan informasi tentang kebiasaan kesehatan dan gaya hidup mereka setiap dua tahun. Mereka juga mengisi kuesioner makanan yang terperinci setiap empat tahun.

Kelompok yang paling sedikit mengonsumsi makanan ultra-proses rata-rata makan tiga porsi per hari, sedangkan kelompok yang paling banyak mengonsumsi mencapai tujuh porsi per hari.

Data menunjukkan, mereka yang mengonsumsi makanan ultra-proses dalam jumlah tertinggi memiliki risiko kematian 4% lebih tinggi karena penyebab apa pun, termasuk 9% peningkatan risiko kematian akibat penyakit neurodegeneratif.

 

Daging olahan memiliki dampak lebih besar terhadap risiko kematian daripada jenis makanan ultra-proses lainnya.

 

Namun, dampak dari makanan ultra-proses berbeda-beda bergantung pada jenisnya.

Dr. Mingyang Song, penulis utama studi ini mengatakan kepada CNN (9/5/2024), daging olahan serta makanan dan minuman tinggi gula berkaitan dengan risiko yang lebih besar daripada makanan ultra-proses berbasis gandum utuh.

Namun, daging olahan memiliki dampak yang lebih besar terhadap risiko kematian dibandingkan dengan banyak jenis makanan ultra-proses lainnya, menurut studi ini.

Dr. Song menggambarkan korelasi tersebut sebagai “sedang” dan mencatat bahwa hubungan tersebut tidak sama kuatnya di antara semua jenis makanan ultra-proses.

“Hubungan positif ini terutama didorong oleh beberapa subkelompok, termasuk daging olahan dan minuman berpemanis, baik dengan gula maupun pemanis buatan,” kata Profesor Epidemiologi Klinis dan Nutrisi di Harvard T.H. Chan School of Public Health ini.

Temuan dalam studi ini, kata Dr. Marion Nestle, Profesor Emerita Paulette Goddard bidang nutrisi, studi pangan, dan kesehatan masyarakat di Universitas New York, sejalan dengan ratusan penelitian lain di bidang tersebut.

Namun, tambahnya, yang membuat penelitian ini unik adalah penguraiannya atas berbagai subkelompok dalam kategori makanan ultraproses.

 

Haruskah menghindari sepenuhnya makanan ultra-proses? Enggak juga, kok!

 

Dr. Song tidak menyarankan untuk sepenuhnya menghindari semua makanan ultra-proses karena kategori makanan ini beragam.

“Sereal dan roti gandum utuh, misalnya, juga termasuk makanan ultra-proses, tetapi tetap mengandung berbagai nutrisi bermanfaat, seperti serat, vitamin, dan mineral,” katanya.

Di sisi lain, lanjutnya, kita sebaiknya menghindari atau membatasi konsumsi makanan ultra-proses tertentu, seperti daging olahan, minuman berpemanis gula, dan minuman berpemanis buatan.

Meskipun studi ini tergolong kuat karena mencakup periode yang panjang, sifatnya masih observasional.

Artinya, para peneliti hanya dapat mengamati adanya hubungan, tetapi tidak dapat menyimpulkan bahwa makanan ultra-proses adalah penyebab langsung dari kematian, kata Dr. Peter Wilde, Emeritus Fellow pada Quadram Institute Bioscience di Inggris,

Para peneliti, tambah Dr. Song, juga perlu menyelidiki lebih jauh komponen spesifik dalam makanan ultra-proses yang mungkin memengaruhi kesehatan—entah itu bahan tambahan makanan, pengemulsi, atau perasa—agar dapat memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan lembaga terkait dalam mengatur produk makanan.

 

Yang terpenting adalah pola makan secara keseluruhan dan keseimbangan dalam makanan.

 

Para peneliti juga menemukan, faktor terpenting untuk mengurangi risiko kematian adalah kualitas pola makan secara keseluruhan.

“Jika orang-orang menjaga pola makan yang sehat secara umum, saya rasa mereka tidak perlu takut atau panik,” kata Dr. Song. “Pola makan secara keseluruhan masih menjadi faktor utama yang menentukan kesehatan seseorang,” lanjutnya.

Dr. Wilde menambahkan, pola makan sehat terdiri atas makanan yang bervariasi, mencakup sebanyak mungkin buah dan sayuran warna-warni, serta biji-bijian utuh,.

Apabila khawatir tentang zat aditif makanan, Dr. Wilde menyarankan untuk memilih makanan yang rendah kadar zat aditifnya. Perhatikan saja kandungan nutrisi (yang biasanya tercantum pada kemasan) makanan ultra-proses tersebut.

Yang juga penting, lanjutnya, keseimbangan dalam makanan.

Misalnya, jus buah mengandung vitamin, mineral, dan antioksidan yang bermanfaat jika dikonsumsi dalam jumlah sedang. Namun, jika dikonsumsi secara berlebihan, kadar gula yang tinggi dalam jus buah dapat mengurangi manfaatnya.

“Ini bukan hitam dan putih,” katanya. “Tidak ada makanan yang sepenuhnya baik atau buruk. Semua makanan mengandung unsur positif dan negatif, dan keseimbangan antara keduanya bergantung pada seberapa banyak yang Anda konsumsi.” (*)

 

Foto:
Freepik

 

 

Sahabat Lansia, dunialansia.com bukan merupakan praktik konsultasi medis, diagnosis, ataupun pengobatan. Informasi di situs web ini tidak boleh digunakan sebagai pengganti konsultasi atau saran medis profesional. Bila Sahabat Lansia memiliki masalah kesehatan atau penyakit tertentu atau kebutuhan medis yang spesifik, konsultasikan dengan tenaga medis atau tenaga kesehatan profesional.
Yuk, berbagi artikel ini agar manfaatnya dirasakan oleh banyak orang.