STUDI: Antidepresan Berkaitan dengan Penurunan Kognitif yang Lebih Cepat pada Demensia

STUDI: Antidepresan Berkaitan dengan Penurunan Kognitif yang Lebih Cepat pada Demensia

Menurut studi terbaru, penggunaan antidepresan berkaitan dengan penurunan kognitif yang lebih cepat pada demensia. Namun, hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut.

Dunialansia.com – Sahabat Lansia, studi terbaru menunjukkan, penggunaan antidepresan dapat mempercepat penurunan kognitif pada pasien demensia. Obat-obatan tertentu menyebabkan lebih banyak bahaya daripada yang lain.

Mengutip NIA, demensia adalah hilangnya fungsi kognitif—berpikir, mengingat, dan bernalar—hingga tingkat yang mengganggu kehidupan dan aktivitas sehari-hari seseorang. Beberapa orang dengan demensia tidak dapat mengendalikan emosi mereka. Kepribadian mereka juga dapat berubah.

Antidepresan sering digunakan untuk meredakan gejala-gejala, seperti kecemasan, depresi, agresivitas, dan gangguan tidur pada penderita demensia.

Melansir Medical Daily, dalam studi terbaru tersebut, para peneliti memantau 18.740 pasien yang baru didiagnosis menderita demensia selama rata-rata 4,3 tahun.

Selama kurun waktu tersebut, 23% pasien diberi resep antidepresan dengan 65% di antaranya menerima SSRI (selective serotonin reuptake inhibitor), golongan antidepresan yang umum digunakan.

Studi tersebut memeriksa, apakah penggunaan antidepresan, khususnya SSRI, memiliki korelasi dengan memburuknya penurunan kognitif pada pasien demensia.

Tim peneliti menggunakan skor Mini-Mental State Examination (MMSE) untuk menilai kesehatan kognitif peserta.

 

Studi yang dipublikasikan dalam BMC Medicine ini mengungkap, terdapat hubungan yang meresahkan antara dosis SSRI yang lebih tinggi dengan peningkatan risiko demensia berat, patah tulang, dan kematian karena sebab apa pun.

 

Di antara berbagai SSRI, escitalopram berkaitan dengan penurunan kognitif paling cepat, diikuti oleh citalopram dan sertraline.

“Gejala depresi dapat memperburuk penurunan kognitif dan mengganggu kualitas hidup, jadi penting untuk mengobatinya,” kata Sara Garcia Ptacek, penulis terakhir penelitian tersebut.

“Hasil penelitian kami dapat membantu dokter dan profesional perawatan kesehatan lainnya memilih antidepresan yang lebih sesuai untuk pasien demensia,” lanjut peneliti di Department of Neurobiology, Care Sciences and Society, Karolinska Institutet ini.

Studi tersebut menyoroti perlunya dokter untuk mempertimbangkan potensi manfaat antidepresan terhadap kemungkinan bahaya yang dapat ditimbulkannya pada populasi rentan.

“Ketika pasien mengalami gejala kecemasan atau depresi yang parah, antidepresan terkadang sangat berguna dan diperlukan. Saya pikir temuan kami dapat memandu pilihan antidepresan, meskipun ini merupakan studi kohort dan sulit untuk menyimpulkan sebab-akibatnya,” kata Garcia-Ptacek.

Namun, hasil penelitian ini harus dilihat dengan hati-hati. Pasalnya, penyebab penurunan kognitif tersebut masih belum jelas—apakah disebabkan langsung oleh antidepresan ataukah dipengaruhi oleh faktor lain, seperti gejala depresi itu sendiri.

Menurut sejumlah pakar yang memberikan respons terhadap studi tersebut, diperlukan penelitian lebih lanjut terkait penggunaan antidepresan pada perkembangan demensia. (*)

 

Foto:
Freepik

 

 

Sahabat Lansia, dunialansia.com bukan merupakan praktik konsultasi medis, diagnosis, ataupun pengobatan. Informasi di situs web ini tidak boleh digunakan sebagai pengganti konsultasi atau saran medis profesional. Bila Sahabat Lansia memiliki masalah kesehatan atau penyakit tertentu atau kebutuhan medis yang spesifik, konsultasikan dengan tenaga medis atau tenaga kesehatan profesional.
Yuk, berbagi artikel ini agar manfaatnya dirasakan oleh banyak orang.