STUDI MENEMUKAN, KESEPIAN BISA MENINGKATKAN RISIKO PENYAKIT PARKINSON

STUDI MENEMUKAN, KESEPIAN BISA MENINGKATKAN RISIKO PENYAKIT PARKINSON

Kesepian telah diidentifikasi sebagai masalah kesehatan masyarakat. Kesepian telah dikaitkan dengan penyakit Alzheimer dan jenis demensia lainnya. Terbaru, penelitian menunjukkan kesepian juga merupakan faktor risiko penyakit Parkinson.

Dunialansia.com – Sahabat Lansia, kesepian dapat membuat seseorang merasa sendirian. Bahkan, studi menemukan, kesepian bisa meningkatkan risiko penyakit Parkinson.

Di antara lebih dari 490.000 orang yang terdaftar di Biobank Inggris yang dipantau hingga 15 tahun, kesepian tampaknya meningkatkan kemungkinan diagnosis Parkinson sebesar 37 persen. Laporan ini dipublikasikan secara online di JAMA Neurology (02/10/2023).

“Hubungan antara kesepian dan kejadian penyakit Parkinson bukan disebabkan oleh faktor risiko genetik, klinis atau perilaku,” kata peneliti senior Angelina Sutin, profesor di Departemen Ilmu Perilaku dan Kedokteran Sosial di Florida State University’s College of Medicine di Tallahassee.

Meskipun penelitian ini tidak membuktikan bahwa kesepian menyebabkan penyakit Parkinson, menurut Sutin, ada hubungannya.

“Kami menunjukkan bahwa ada hubungan antara kesepian dan perkembangan penyakit Parkinson, bukan kesepian yang menyebabkan penyakit Parkinson,” tegasnya.

MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT

Sutin mengatakan, kesepian telah diidentifikasi sebagai masalah kesehatan masyarakat yang signifikan oleh Ahli Bedah Umum AS, Akademi Ilmu Pengetahuan, Teknik dan Kedokteran Nasional, dan Organisasi Kesehatan Dunia.

“Studi ini menambah bukti mengenai dampak buruk yang terkait dengan kesepian, khususnya penyakit neurodegeneratif,” katanya. “Kesepian telah dikaitkan dengan penyakit Alzheimer dan jenis demensia lainnya. Penelitian saat ini menunjukkan bahwa kesepian juga merupakan faktor risiko penyakit Parkinson.”

Berbagai faktor mungkin terkait dengan mengapa kesepian dapat meningkatkan risiko penyakit Parkinson.

“Kami menemukan bahwa jalur perilaku dan klinis menyumbang sebagian kecil dari hubungan tersebut. Hubungan tersebut mungkin disebabkan oleh faktor perilaku dan klinis lain yang tidak kami pertimbangkan. Mungkin juga ada jalur metabolisme, inflamasi, saraf, dan endokrin,” papar Sutin.

HIDUP SENDIRI

Sutin menambahkan, kesepian tampaknya berhubungan dengan kesehatan otak yang buruk secara keseluruhan, mungkin melalui peradangan yang lebih besar atau proses neurodegeneratif lainnya dan tidak selalu spesifik untuk penyakit Parkinson.

“Mungkin kesepian membuat otak lebih rentan terhadap degenerasi saraf, yang bagi sebagian orang dapat menyebabkan penyakit Alzheimer dan penyakit Parkinson lainnya,” jelasnya.

Sebaliknya, terhubung secara sosial dapat menurunkan risiko penyakit Parkinson. “Kami tidak menguji hubungan ini dalam penelitian ini, tetapi ya, hubungan sosial dianggap bersifat protektif. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menjawab pertanyaan ini,” kata Sutin.

Dr. Alessandro Di Rocco, Direktur Sistem Neurologi, Parkinson, dan Gangguan Pergerakan di Northwell Health,  New York City, mengatakan, sebagian besar orang yang merasa kesepian juga hidup sendiri dan kondisi ini semakin banyak dialami oleh lansia.

Hidup sendiri mungkin membawa beberapa pilihan hidup yang tidak sehat, tambah Di Rocco yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.

Misalnya, banyak lansia yang hidup sendiri mungkin tidak mengonsumsi makanan sehat, melainkan hanya mengonsumsi makanan ringan, makanan cepat saji, atau pilihan tidak sehat lainnya. Mereka mungkin juga kurang aktif secara fisik.

KURANGNYA STIMULASI OTAK SETIAP HARI

“Kesepian mungkin tidak baik untuk otak karena kurangnya stimulasi otak setiap hari,” tambahnya. “Anda mungkin menyalakan televisi, Anda mungkin memiliki sumber [stimulasi] lain, tetapi tingkat keterlibatan otak mungkin berkurang.”

Kesepian, tambahnya lagi, dapat mengakibatkan tingkat stres yang lebih tinggi atau ketidaknyamanan psikologis yang dapat menyebabkan otak menjadi lebih rentan.

“Kesepian mungkin tidak menyebabkan Parkinson, tetapi pada tingkat tertentu merupakan predisposisinya. Predisposisi berkaitan dengan fakta bahwa otak mungkin tidak mampu mempertahankan diri terhadap apa pun yang terjadi secara biologis, yang dapat mengarah pada perkembangan Parkinson,” jelasnya.

Di Rocco mencatat, aktivitas fisik menjaga kesehatan otak dan hal yang sama juga berlaku untuk aktivitas mental.

“Aktivitas fisik membantu menunda perkembangan penyakit. Kita juga tahu bahwa keterlibatan mental juga bermanfaat dan mengurangi kemungkinan seseorang mengembangkan masalah kognitif,” katanya.

Bagi orang-orang yang memiliki masalah kognitif, baik yang berhubungan dengan Parkinson atau Alzheimer atau gangguan lainnya, menurutnya, terlibat secara intelektual mungkin merupakan pengobatan terbaik yang kita miliki. (*)

Sumber:
HealthDay
Foto:
Freepik

 

 

Sahabat Lansia, situs dunialansia.com bukan merupakan praktik konsultasi medis, diagnosis, ataupun pengobatan. Informasi di situs ini tidak boleh digunakan sebagai pengganti konsultasi atau saran medis profesional. Bila Sahabat Lansia memiliki masalah kesehatan atau penyakit tertentu atau kebutuhan medis yang spesifik, konsultasikan dengan tenaga medis atau tenaga kesehatan profesional.
Yuk, berbagi artikel ini agar manfaatnya dirasakan oleh banyak orang.