Berbagi cerita dengan sahabat tidak hanya menstimulasi otak, tapi juga sekaligus menghangatkan kembali hubungan antar manusia.
Sobat Muda Peduli Lansia, University of Maryland baru-baru ini melakukan penelitian dan mengidentifikasi proses otak manusia saat mempelajari bahasa lisan terutama ketika sedang mendengarkan cerita. Ketika seseorang sedang mendengarkan cerita orang lain, maka area pemrosesan bahasa pun dipicu untuk aktif. Terutama bagian yang menerima dan memproses informasi sensorik seperti penglihatan, sentuhan, rasa, penciuman, dan pendengaran, serta bagian yang mengaktifkan gerakan motorik dan emosi.
Dengan demikian, ketika sedang mendengarkan cerita, maka otak pendengar cerita pun akan mendapatkan stimulasi. Itulah mengapa ketika sedang mendengarkan cerita seseorang, maka orang-orang yang berada di sekitarnya juga akan merasakan sensasi yang sama, seperti pengalaman yang diceritakan tersebut. Misal, ketika mendengarkan pengalamanan makan malam di hotel berbintang. Bagian otak yang memroses rasa mulai mengingat dan merasakan sensasi saat menikmati makanan tersebut di hotel. Dengan demikian tak salah bila Dr Uri Hasson, ahli saraf dari Princeton University menyampaikan bahwa otak pendongeng dan pendengar umumnya akan sinkron.
BERCERITA CIPTAKAN RASA BAHAGIA
Sobat Muda Peduli Lansia, untuk itu penting ketika sudah memasuki usia 60 tahun, tetap mempertahankan hubungan yang harmonis dan menyenangkan dengan sahabat mau pun kerabat. Pasalnya, hubungan yang terjalin tersebut akan banyak memberikan manfaat untuk menjaga kesehatan otak. Melalui pertemuan-pertemuan yang terjadi akan banyak cerita lama yang terungkap. Inilah yang akan menstimulasi otak untuk mengingat kembali hal-hal yang telah lalu. Sekaligus meningkatkan keintiman dengan teman atau relasi.
Dalam sebuah artikel di Psychology Today, Lissa Rankin, M.D., menyatakan ada banyak manfaat yang didapat dari menceritakan sebuah kisah lama. Diantaranya, bermanfaat mematikan hormon stres seperti kortisol dan menciptakan relaksasi pada tubuh. Selanjutnya, tubuh akan mampu melepaskan hormon penyembuhan seperti oksitosin, dopamin, dan endorfin. Dr. Rankin juga menyampaikan bahwa mendengarkan cerita melemaskan sistem saraf dan membantu menyembuhkan pikiran dari depresi, kecemasan, ketakutan, kemarahan, dan perasaan putus asa.
Manfaat lainnya seperti yang diungkapkan pada sebuah studi oleh St. Catherine’s University, “The Effects Of Storytelling On Happiness And Resilience In Older Adults,” menyimpulkan bahwa bercerita tentang kehidupan membantu lansia menemukan kenangan indah dari masa lalunya. Lansia dapat menggunakan suasana bahagia tersebut untuk menciptakan rasa bahagia pada masa kini, yang pada gilirannya dapat menciptakan masa depan yang lebih positif. Dan tentunya hal ini akan meningkatkan kepercayaan diri dan kesejahteraan lansia.
Sumber: dailycaring.com
Foto: freepik.com