EFEK SAMPING STROKE, MENANGIS DAN TERTAWA YANG TAK TERKENDALI

EFEK SAMPING STROKE, MENANGIS DAN TERTAWA YANG TAK TERKENDALI

Stroke dapat memberikan dampak masalah kognitif. Salah satunya adalah menangis dan tertawa yang tak terkendali.

Sobat Muda Peduli Lansia, pernahkah mendapati orangtua kita yang sudah lansia dan menderita stroke, tertawa atau menangis yang berlebihan. Ketika seseorang pulih dari stroke, kebanyakan hanya memikirkan masalah fisik seperti kelemahan otot. Sejumlah terapi pun dilakukan agar fisik dapat kembali berfungsi seperti sedia kala. Namun, pemasalahan kognitif yang cukup menantang, malah abai untuk dikelola. Salah satu gejala pasca stroke yang umum adalah kondisi neurologis yang disebut Pseudobulbar Affect (PBA). Mengacu pada data yang ditulis Dailycaring.comada 53 % penderita stroke melaporkan gejala PBA. PBA ditandai dengan tertawa atau menangis yang tidak terkendali tanpa ada penyebabnya dan dapat terjadi sewaktu-waktu.

Menangis atau tertawa penderita PBA memiliki karakteristik yang berbeda dengan gangguan mental lain. Berbeda pula dengan tawa dan tangisan pada orang normal. Menangis dan tertawa penderita PBA tidak dipengaruhi oleh suasana hati. Jadi penderita PBA dapat menangis atau tertawa meski sedang tidak merasa sedih atau lucu. Selain itu, penderita PBA seringkali merasa frustasi atau marah. Rasa frustrasi atau marah tersebut bisa meledak-ledak, tetapi hanya berlangsung selama beberapa menit.

Mengapa PBA menyebabkan ledakan emosi yang tidak terkendali pada penderita stroke? PBA terjadi ketika stroke merusak area di otak yang mengontrol bagaimana emosi diekspresikan. Kerusakan tersebut menyebabkan gangguan pada sinyal di otak, yang memicu tawa atau tangisan yang tidak terkendali ini. Stroke adalah salah satu penyebab PBA. Selain itu, penyebab lainnya adalah amyotrophic lateral sclerosis (ALS), Parkinson, cedera otak traumatis, multiple sclerosis, demensia, penyakit Wilson, atau tumor otak.

TIP DAN CARA MENGATASI PBA

Untuk lansia penderita stroke, bila memiliki gejala PBA, alangkah baiknya melakukan konsultasi dengan dokter. Dokter dapat merekomendasikan obat PBA atau anti-depresan. Obat-obatan tersebut membantu mengendalikan gejala, tetapi tidak sepenuhnya menghilangkan ledakan. Untuk itu penting melakukan konsultasi dengan dokter. Berikut beberapa tip yang dapat dilakukan:

1. Cermati ledakan emosi yang terjadi pada lansia. Lakukan pencatatan dan bila perlu rekam setiap ledakan emosi yang terjadi. Dengan merekam setiap episode, Anda dapat membantu dokter membuat diagnosis yang akurat.

2.Ingatkan orangtua (lansia) Anda bahwa ledakan emosi mereka adalah efek samping dari stroke, bukan kondisi mental.

3.Tunjukkan dukungan Anda bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi hal ini. Sampaikan bahwa di luar sana juga banyak orang menderita PBA.

4. Bersikaplah terbuka kepada orang-orang yang ada di lingkungan terdekat. Tujuannya agar mereka tidak bingung, terkejut atau kaget ketika orangtua Anda (lansia) mengalami peristiwa tersebut.

5. Lakukan pemeriksaan dengan dokter atau ahli saraf untuk mendapatkan diagnosis, rekomendasi pengobatan, dan informasi lebih lanjut tentang bagaimana mengelola gejala PBA.

LANGKAH-LANGKAH MENGATASI GEJALA PBA:

-Ketika lansia mulai merasakan ledakan, mintalah untuk mengalihkan perhatian dengan menghitung benda di rak atau memikirkan sesuatu yang tidak berhubungan.

-Ambil napas dalam-dalam perlahan sampai yang bersangkutan (lansia) merasa lebih terkendali.

-Relakskan dahi, bahu, dan otot-otot lain yang tegang selama beberapa saat.

-Ketika mulai muncul pikiran akan menangis atau tertawa, ubahlah posisi tubuh.

– Konsultasikan gejala yang dialami kepada dokter.

 

Sumber:

  • dailycaring.com
  • alodokter.com

Sumber Foto: freepik.com

Yuk, berbagi artikel ini agar manfaatnya dirasakan oleh banyak orang.