Kemampuan mengatasi masa sulit dan kemampuan bertahan dari masa sulit membuat kesehatan fisik dan jiwa lansia menjadi lebih baik.
Memasuki usia lanjut bukan berarti tidak menemui kesulitan atau problema hidup. Kebanyakan lansia kerap berurusan dengan banyak kejadian tak terduga dan mungkin tidak diinginkan sepanjang kehidupannya. Ada beragam sumber permasalahan dalam kehidupan lansia. Bisa jadi meninggalnya pasangan hidup, sakit yang tak kunjung sembuh, anak-anak yang sangat jarang menjenguk, permasalahan keuangan, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Semua ragam permasalahan tersebut tentunya dapat menyebabkan adanya ketidaknyamanan dalam kehidupan lansia. Sobat Muda Peduli Lansia, tidak semua lansia mampu menyelesaikan permasalahan yang muncul dalam kehidupannya. Ketika lansia tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi tentunya, dapat berdampak pada kehidupannya. Bahkan bisa jadi menyebabkan gangguan kesehatan jiwa dan fisiknya.
Nah, dalam situasi seperti itu, lansia yang memiliki kemampuan (kecerdasaran) dalam menghadapi kesulitan atau hambatan dalam kehidupannya serta kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup, disebut memiliki kecerdasan menghadapi kesulitan (adversity quotient). Penemu kecerdasan ini Paul G. Stolz, yang menyatakan bahwa adversity quotient adalah sebuah kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami.
Umumnya, lansia yang berhasil melalui masa sulitnya mengakui mendapatkan keyakinan dan sikap yang baru. Pengalaman yang tidak mengenakkan yang telah mereka lalui menjadi batu loncatan untuk sesuatu yang baru dan bermakna, yakni sebuah keyakinan bahwa mereka menjadi lebih kuat dan memiliki kapasitas yang lebih besar untuk menjalani kehidupan selanjutnya.
Ada 4 hal yang utama yang lansia miliki ketika telah berhasil melalui permasalahan yang dilewati:
1.Penghargaan yang lebih besar untuk kehidupan
Hidup memang tidak dapat diprediksi, banyak hal dapat terjadi. Semua itu mampu membuat diri kita rapuh. Namun, ketika berhasil melalui masa-masa sulit itu merupakan anugerah. Alhasil, kita mampu belajar menghargai kegembiraan yang diperoleh pada hari biasa atau sekadar mendapatkan senyuman seorang teman. Semua itu membuat lansia menjadi lebih bersyukur untuk yang sudah diperoleh.
2.Skala prioritas yang berubah.
Tidak semua hal dalam hidup itu penting. Kita semua tahu itu, tetapi seringkali kita menghabiskan begitu banyak waktu untuk mengkhawatirkan dan mengatasi hal-hal yang tidak bernilai bagi hidup kita. Lebih baik bila kita lebih mengutamakan hal-hal yang berarti dan memuaskan bagi kita. Kita belajar untuk mengatakan “tidak” pada hal-hal yang tidak lagi baik bagi kita. Berusaha menyingkirkan kata “harus” karena dapat menjadi racun bagi kehidupan.
3.Hubungan yang lebih hangat dan intim.
Ketika kita mampu melepaskan amarah, harapan yang tidak realistis, dan keinginan untuk mengendalikan orang lain. Niscaya, kita mampu lebih menikmati persahabatan dan hubungan keluarga pada tingkat yang jauh lebih dalam. Apalagi bila diiringi dengan kemampuan untuk memaafkan orang lain. Semua itu akan membuat lansia lebih menghargai saat-saat bisa melakukan berbagai hal-hal biasa, mampu untuk menerima orang apa adanya dan benar-benar menghargai keunikan mereka. Ada kebutuhan untuk saling menjalin hubungan pada tingkat yang berbeda dengan bersama-sama.
4.Kekuatan pribadi yang lebih besar.
Mengatasi masa sulit (traumatis) membantu kita menyadari betapa kuatnya diri kita sebenarnya; bahwa kita dapat bertahan dan mencapai hal-hal besar. Tak hanya itu, kita pun belajar kemandirian, lebih mempercayai diri sendiri dan merasakan kekuatan yang dimiliki.