STOP MEMPERLAKUKAN LANSIA DEMENSIA SEPERTI ANAK KECIL!

STOP MEMPERLAKUKAN LANSIA DEMENSIA SEPERTI ANAK KECIL!

Meski perilakunya mirip dengan perilaku anak kecil, lansia dengan demensia bukan anak-anak. Jadi, tetap perlakukan mereka sebagai orang dewasa yang terhormat dan bermartabat!

Dunialansia.com – Ya, tak sedikit perilaku lansia yang mengalami demensia mirip dengan perilaku anak kecil. Di antaranya, perubahan suasana hati, amukan, irasionalitas, pelupa, dan masalah kosakata. “Kesamaan” ini menyebabkan pengasuh lansia—bahkan juga kita sendiri—tanpa sadar memperlakukan orangtua yang kita cintai seperti anak kecil. Padahal perlakuan macam ini dapat memperburuk masalah perilaku dan merampas martabat lansia dengan demensia.

Penting dipahami, orang dengan demensia bukan hanya mengalami satu kemunduran substansial dalam penalaran kognitif dan pengetahuan yang diperoleh. Melainkan, terus-menerus mengalami “kemunduran” ini, dan seiring waktu, mereka akan terus mengalami kemunduran. Setiap hari, beberapa kali sepanjang hari, seolah-olah seseorang menekan tombol “hapus” dan menghapus pengetahuan yang baru diperoleh. Seiring waktu, jumlah informasi yang dihapus semakin meluas ke memori mereka.

Penghapusan informasi yang terus-menerus ini berarti bahwa seseorang dengan demensia mungkin sama sekali tidak mengingat percakapan yang terjadi hanya beberapa saat di masa lalu. Bagi mereka, pengasuh yang disewa sebulan lalu adalah orang asing; rumah masa kecil mereka tetaplah rumah mereka, meskipun mereka telah pindah 30 tahun yang lalu.

Bagaimanapun, mereka tetaplah orang dewasa yang layak dihormati dan bermartabat. Oleh karena itu, cara kita memperlakukan mereka tentulah penting bagi mereka. Ini akan memiliki pengaruh langsung pada suasana hati dan perilaku mereka. Berikut beberapa hal yang penting diperhatikan dalam menghadapi lansia/orang dewasa dengan demensia.

  1. Jangan berdebat atau beralasan.

Anggota keluarga mungkin mencoba berdebat atau beralasan untuk mencapai tujuan, seperti meyakinkannya untuk mandi. Atau mereka mungkin menjadi jengkel dan berkata, “Saya sudah memberitahu Mama tiga kali …” Tetapi berdebat dengan seseorang yang tidak ingat apa yang telah diberitahukan kepadanya, tidak ada gunanya. Selain itu, setiap informasi baru yang dirancang untuk membujuknya, semisal, “Tapi Mama (Oma) harus mandi karena kita akan pergi ke mal.”, akan cepat dilupakan.

Kita mungkin tergoda untuk mencoba berunding dengannya, tetapi penting untuk diingat bahwa orang dengan demensia telah kehilangan beberapa potongan kata yang mendukung argumen kita. Lebih jauh lagi, meskipun dia mungkin dengan cepat melupakan semua detail percakapan, dia akan sering mengingat “perasaan” dari interaksi terakhir dengan kita. Perasaan tersebut akan mewarnai interaksi selanjutnya. Jadi, daripada memperlakukan lansia dengan demensia seperti anak yang suka berantem, lebih baik menjauh atau menyusun ulang percakapan.

  1. Jangan Gunakan Bahasa Kekanak-kanakan.

Menggunakan kata-kata seperti “bobok”, “popok”, atau “mamam/maem” daripada bahasa dewasa (“tidur”, “celana/bra,” atau “makan”) ataupun kata-kata yang dicadel-cadelkan, terdengar merendahkan seseorang dengan demensia. Mengatur nada suara juga penting. Hanya karena ingatan orang tersebut tidak lengkap, tak berarti mereka tidak sadar ketika seseorang bertindak merendahkan mereka. Orang tersebut masih dewasa dan layak untuk diajak bicara seperti itu.

  1. Jangan mendikte semua aktivitas.

Banyak orang dengan demensia mungkin ingin terus menjalani kehidupan aktif daripada sekadar menonton TV, misalnya. Jika kesempatan untuk melakukan hal-hal yang mereka sukai ditolak, penderita demensia mungkin menunjukkan perilaku negatif. Seperti orang dewasa lainnya, mereka ingin membuat keputusannya sendiri tentang apa yang harus dilakukan dan kapan harus melakukannya. Tanggung jawab utama kita (pengasuh) adalah memastikan bahwa setiap aktivitas yang mereka pilih itu aman. Tentu saja, jika mereka ingin mengemudikan mobil, kita (pengasuh) harus membatasi, tetapi mungkin ada peluang untuk berkompromi, seperti menawarkan untuk membawa mereka ke mana pun mereka ingin pergi.

  1. Jangan mengharapkan kemajuan.

Meski ada perawatan dan terapi yang dapat memperlambat perkembangan gejala demensia dan/atau meningkatkan kehidupan pasien demensia, mereka tetap tidak dapat memulihkan kemampuan mereka untuk membuat koneksi baru atau mempertahankan pengetahuan baru. Tidak seperti anak-anak, yang otaknya berkembang dan karena itu dapat membangun pengetahuan baru, pasien demensia terus-menerus kehilangan lebih banyak informasi. Yang dapat kita lakukan adalah belajar meredakan amarah, mengarahkan kembali percakapan yang membingungkan atau membuat stres, serta menciptakan lingkungan yang penuh hormat dan penuh kasih bagi orang/lansia dengan demensia. (*)

Sumber:
elderlawetn.com

Foto:
Freepik.com

Yuk, berbagi artikel ini agar manfaatnya dirasakan oleh banyak orang.