Alzheimer dan jenis demensia lainnya menyebabkan perubahan di otak yang dapat membuat lansia berhalusinasi, seperti melihat, mendengar, atau merasakan sesuatu yang tidak ada.
Dunialansia.com – Halusinasi adalah persepsi yang salah terhadap objek atau peristiwa yang melibatkan indra. Persepsi yang salah ini disebabkan oleh perubahan di otak akibat Alzheimer, biasanya pada tahap akhir penyakit.
Mama/Papa atau Oma/Opa dengan Alzheimer/demensia mungkin melihat wajah pasangan hidupnya (telah tiada) di tirai atau mungkin melihat serangga merayap di tangannya. Pada kasus lain, mungkin ia mendengar seseorang berbicara dan bahkan terlibat dalam percakapan dengan orang yang sebenarnya tidak ada.
Alzheimer dan jenis demensia lainnya bukan satu-satunya penyebab halusinasi. Skizofrenia juga menyebabkan halusinasi. Begitu pun dengan masalah penglihatan atau pendengaran dan obat-obatan. Penyebab lainnya ialah masalah fisik, seperti infeksi ginjal atau kandung kemih, dehidrasi, nyeri hebat, atau penyalahgunaan alkohol/obat-obatan.
TENANG & TENTUKAN PERLU-TIDAKNYA INTERVENSI
Beberapa halusinasi bisa menakutkan, beberapa mungkin menyenangkan atau membuat bahagia. Apa pun halusinasinya, tanggapi perasaannya dan jaga dia tetap aman. Untuk itu, langkah pertama yang perlu dilakukan ialah bersikap tenang, kemudian tentukan, apakah diperlukan intervensi atau tidak.
Jika halusinasinya menyenangkan, mungkin tidak memerlukan intervensi. Namun jika hal itu membuatnya kesal atau melakukan sesuatu yang membahayakan, maka inilah saatnya untuk segera turun tangan guna memberikan kenyamanan atau mengalihkan ke aktivitas yang aman.
Namun jangan sekali-kali mencoba untuk menjelaskan bahwa apa yang dia lihat/dengar/rasakan itu tidak nyata. Jika ia mengatakan melihat seekor kelinci sedang melompat-lompat di lantai kamarnya, maka tidak ada satu kata pun yang kita ucapkan dapat meyakinkannya bahwa hewan tersebut tidak ada di kamarnya. Otaknya mengatakan bahwa kelinci itu nyata.
Berusaha meyakinan bahwa hal itu tidak nyata hanya akan memunculkan pertengkaran, bahkan menimbulkan perasaan kecewa pada dirinya lantaran kita tidak memercayainya. Lebih baik bersikap jujur saja, “Saya tahu Oma melihat sesuatu, tetapi saya tidak melihatnya.” Dengan cara ini, kita tidak menyangkal apa yang ia lihat/dengar, sekaligus menghindari pertengkaran.
TANGGAPI PERASAANNYA, BUKAN HALUSINASINYA
Jika ia tampak takut, kita bisa mengatakan, “Kedengarannya menakutkan, saya bisa melihat betapa kesalnya Oma.” Sebaliknya jika ia tampak senang, kita bisa katakan, “Saya senang melihat Oma bahagia.” Tanggapan lainnya, misal, “Sepertinya Oma khawatir,” atau, “Saya tahu ini menakutkan buat Oma.” Berikan kepastian yang membuatnya merasa aman, “Jangan khawatir, Oma. Saya di sini. Saya akan melindungi Oma. Saya akan menjaga Oma.”
Memeluk dengan lembut atau menepuk-nepuk lengan/bahunya juga dapat memberikan kenyamanan dan kepastian yang ia butuhkan pada saat takut atau stres. Tepukan lembut dapat mengalihkan perhatiannya kepada kita dan mengurangi halusinasi. Jadi, bantulah ia untuk menghilangkan rasa takut atau kecemasannya seolah-olah itu adalah ancaman nyata, tetapi juga tidak perlu berpura-pura bahwa kita pun melihat/mendengar halusinasinya. Kita bisa katakan, “Saya tidak mendengar atau melihat siapa pun di luar jendela, tetapi Oma tampak khawatir. Apa yang bisa saya lakukan untuk membantu Oma merasa aman?”
ALIHKAN PERHATIANNYA & MINIMALKAN FAKTOR PEMICU
Cobalah alihkan perhatiannya pada aktivitas lain yang disukainya, semisal melihat foto keluarga, menyanyi bersama, bermain teka-teki yang menyenangkan, mengonsumsi makanan ringan yang lezat, atau berjalan-jalan melihat pemandangan, bahkan berjalan-jalan di dalam ruangan pun akan berhasil. Jika halusinasinya terkait dengan pendengaran, kita bisa mengajaknya ngobrol. Jika ia melihat seseorang atau sesuatu, sejajarkan pandangan dan cobalah melakukan kontak mata dengannya. Dengan ia sibuk melihat kita, halusinasinya bisa berkurang atau bahkan memudar.
Sering kali halusinasi dapat dipicu oleh hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Coba periksa adakah suara-suara yang mungkin disalahartikan, semisal suara dari televisi, radio, atau AC. TV atau radio dapat membuatnya percaya bahwa ada orang asing di rumah, apa yang terjadi di TV adalah nyata, atau bahwa ia mendengar suara.
Carilah pencahayaan yang menimbulkan bayangan, pantulan, atau distorsi pada permukaan lantai, dinding, dan furnitur. Nyalakan lampu untuk mengurangi bayangan.
Demikian pula cermin bisa menjadi sumber ketakutan atau kebingungan lainnya. Gambaran dirinya sendiri di cermin bisa membuatnya berpikir sedang melihat orang asing dan hal ini membuatnya takut. Tutupi cermin dengan kain atau lebih baik jauhkan saja cermin itu dari dirinya.
TEMUKAN POLA KEMUNCULANNYA DAN CATATLAH
Jika halusinasi sering terjadi, mungkin ada pemicu yang tidak jelas. Salah satu cara untuk mengetahui faktor pemicu kemuncullan perilaku tersebut adalah dengan melacak aktivitas dan mencoba menemukan polanya. Mencatat atau membuat jurnal halusinasi dapat membantu kita menemukan bahwa halusinasi tertentu terjadi pada waktu tertentu, sebelum atau sesudah makan, atau terkait dengan kebutuhan fisik, seperti menggunakan kamar mandi atau kesakitan. Atau, bisa juga sesuatu yang sederhana, seperti perubahan rutinitas sehari-hari yang membuatnya bingung atau disorientasi sehingga memicu munculnya halusinasi. Keberadaan catatan dapat membantu kita mencari solusi dan cara untuk menghindari situasi yang mungkin memicu halusinasi.
PERIKSAKAN KE DOKTER
Ketika kita menemukan orangtua terkasih mulai berhalusinasi, segera periksakan ke dokter. Evaluasi medis penting dilakukan untuk menemukan kemungkinan penyebabnya dan menentukan pengobatan yang diperlukan.
Kita juga sebaiknya segera membawanya ke dokter bila halusinasinya sampai mengancam keselamatan dirinya maupun orang lain. Bisa terjadi, lansia sangat tertekan oleh halusinasi sehingga membuatnya melukai diri sendiri atau orang lain. Misal, memukul untuk mencoba membela diri dari penyerang yang dirasakan, melarikan diri dari sesuatu yang membuatnya takut, atau sesuatu yang berbahaya lainnya.
Saat berbicara dengan dokter, jelaskan gejalanya, seberapa sering terjadi, dan apakah intensitas atau frekuensinya berubah seiring waktu. Adanya catatan, seperti disarankan di atas, dapat membantu dokter mendapatkan gambaran lebih jelas tentang apa yang terjadi. (*)
Sumber:
www.alz.org
dailycaring.com
Foto:
freepik.com